BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Secara
umum perang tidak mutlak dilarang jika penciptaan berdasarkan hukum moral
kodrat, menghendaki pengorganisasian bangsa – bangsa ke dalam negara – negara,
ia harus menyediakan cara-cara atau alat-alat yang perlu bagi mereka tetapi ini
termasuk bukan hanya hak untuk menentukan hukuman mati atas para penjaat di
dalam batas – batas negaranya sendiri. Ini termasuk pula hak untuk membela diri
dari perlindungan terhadap para musuh dari luar yang secara tidak adil
menyerang negaranya namun demikian demi bolehnya perang secara moral sejumlah
kondisi harus dipenuhi antara lain ketidak adilan aktual,pasti dan serius
kemustahilan mempertahankan tuntutan-tuntutan adil secara damai kemungkinan dan
harapan adanya keberhasilan demi pembelaan terhadap kesejahteraan umum
penyerang perlu dibalas karena pembunuhan yang tidak adil tidak diperkenankan
kendati kemungkinan biarpun suatu perang merupakan perang yang adil namun
gerakan perdamaian yang sehat dan bahkan pasifime moderat pantas diberi tempat
karena perang itu terlebih dahulu dengan pemakaian senjata-senjata modern
niscaya membawa penderitaan yang mengerikan dan kerusakan Moral.
Perang
merupakan salah satu hal yang sudah dari awalnya terjadi dalam kehidupan,
hingga sampai saat ini pun masih berlangsung. Dari beberapa perang yang sangat
berpengaruh dalam kehidupan manusia yakni Perang Dunia ke-I dan ke-II. Dimana
didalamnya, setiap warga negara yang berperang wajib membela negara dan
bangsanya. Selain itu, dalam kehidupan bernegara dan berbangsa, kita sebagai
warga negara terpanggil untuk setia dan mengabdi kepada negara, sehingga ada
yang terpanggil menjadi aparatur negara seperti polisi dan tentara. Terkhusus
dalam bidang militer, mempunyai kewajiban untuk mempertahankan negara dan
membela negara dalam situasi yang menganggu keamanan negara[1]
1.2 Tujuan Penulisan .
Adapun
Tujuan penulisan Paper ini yang berjudul
“ PERANG “ agar kita mampu dan lebih
memahami apa yang dimaksud dengan Perang itu sendiri dan mampu memahami
seksama tentang perang yang terjadi dan dipimpin oleh Tuhan itu melalui Paper ini.
1.3 Metode Penulisan
Ada
pun Metode Penulisan yang digunakan dalam pembuatan Paper ini yaitu mengunakan
berbagai sumber Buku Kamus Filsafat, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Kamus Ibrani
– indonesia, Ensiklopedi Alkitab Masa Kini, Bunga Rampai Teologi Perjanjian
Lama, Sikap Kekristenan Terhadap War And Peace. Dalam Bambang Subandrijo (ed),
Agama Dalam Praksis, Sejarah Filsafat Barat, dan Buku Etika Kristen Edisi ke
dua dan
melalui Media Internet sebagai Bahan
Tambahan.
1.4 Manfaat Penulisan .
Hasil
dari penulisan Paper ini diharapkan dapat memberi Manfaat bagi semua pihak yang
terlibat terkhusus bagi mahasiswa /i STAKN Palangka Raya, dan bagi pembaca agar
mengetahui bahwa isi dan maksud Perang itu
sendiri dalam beberapa pandangan .
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Perang Secara Umum.
Dalam
KBBI, perang adalah suatu permusuhan, pertempuran bersenjata antara negara
(bangsa), misalnya: kedua negara itu masih dalam keadaan perang,
pasukan-pasukan yang baru datang pun mulai terlibat dalam perang yang sengit
ataupun suatu perjuangan, melawan kejahatan, perkelahian, yang saling mengadu
tenaga.[2]
A.
Metode
Perang
Mengenai tata cara perang, banyak terdapat didalam PL.
Dimana persiapan tidak saja meliputi persiapan agamawi tetapi juga meliputi hal
lain seperti pengiriman mata-mata (Yos. 2). Karena alasan tertentu, musim semi
adalah waktu yang paling baik untuk berperang (2 Sam. 11:1). Ditempulah
cara-cara perang yang lazim – apabila perdamaian tidak dapat dicapai
dengan perundingan (Hak. 11:12); seperti: penggrebegan (1 Sam. 14), pengepungan
(1 Raj. 20:1) dan penghadangan ( Yos. 8). Kadang-kadang pertempuran dibebankan
kepada pribadi-pribadi terpilih (1 Sam. 17)[3]
2.2. Perang
Dalam PL
Dalam bahasa
Ibrani perang disebut dengan “Milkhama“
dan kata ini muncul lebih dari 300 kali dalam kanon Ibrani[4] yang berasal dari akar kata lakham, (berperang), bnd. Arab lahama,
(merapatkan barisan atau tentara dalam kesatuan tempur[5]
Secara eksplisit Tuhan pernah mengarahkan umat Israel untuk berperang tanpa
belas kasihan setelah tawaran damai ditolak (Ul. 20:10-18). Dalam hal ini
dibedakan ada bangsa yang dekat dan jauh. Bangsa yang jauh adalah mereka yang
setelah kalah seluruh penduduk lelakinya harus dibunuh dengan pedang, yang lain
ditawan, dan harta benda dirampas (ay.13-15). Bangsa yang dekat (Het, Amori, Kanaan,
Feris, Hewi, Yebus) ialah mereka yang kota-kotanya akan diberikan kepada bangsa
Israel sebagai milik mereka . Mereka harus ditumpas dengan alasan supaya
praktik-praktik agama mereka tidak mempengaruhi orang Israel (ay. 16-18).
Selain itu, sebuah alasan bahwa dalam PL merestui perang adalah dengan satu dua
cara Allah digambarkan sebagai raja yang terlibat langsung dalam perang atau divine warrior atas binasanya pasukan
mesir yang mengejar mereka orangisrael untuk pertama kali menyebut TUHAN
sebagai is milkahama Pahlawan Perang
(Kel. 15:3) masih banyak lagi ayat yang mengambarkan Tuhan sebagai pahlawan
Perang para teolog sering mengaitkan epitet sebutan nama untuk citra Tuhan yang
berperang atau God of war ada sepuluh kombinasi epitet untuk nama Tuhan sebanyak
285 kali ayat yang sering dipakai untuk mendukung pendapat inilah 1 Samuel
17:45 memberi indikasi bawa Tuhan dipahami secara militeristik. Melihat
keterlibatan Tuhan dalam perang muncul sekaligus masalah teologis wahyu dan
moral Citra Allah berperang tak sesuai dengan citra Allah pengasih Allah yang
berkorban atau raja damai perang dalam PL hendaknya sesuai dengan nama Tuhan
agar tidak saling terkait dengan citra Tuhan yang berperang itu sebabnya liskon
ibrani yang belakangan ini tidak secara definitif memaksudnya apakah itu bala
tentara israel, tentara malaikat atau bintang – bintang dilangit. Kejadian
perang dalamk PL merupakan model merohanikan karena kemenangan perang orang
israel diartikan sebagai kemenangan iman yang teguh atau kemenangan dalam perang
rohani karena itu, ada cara tafsir yang serius mengakui realitas rendahnya
Moralitas perang dalam PL yaitu Konsep Tuhan sebagai pahlawan perang itu
sendiri yang dipandang sebagai primitif pra-Kristen ini merupakan murni hasil
imajinasi manusia tentang Tuhan dan sama sekali bukan konsep hasil Wahyu.
Konsep Tuhan sebagai pahlawan perang adalah cara orang israel kuno
mengidentifikasikan Allah sama seperti bangsa – bangsa lain pada waktu itu
memilki Dewa perang masing – masing, karena perang dalam PL sekalipun tidak
mudah, Allah terlibat dalam perang dengan israel yang terdiri dari atas – atas
orang – orang Berdosa caranya memerintah termasuk memakai perang dalam
mempertahankan eksistensinya dengan demikian tidak bersih dari noda dosa.
Perang murni berasal dari hawa nafsu manusia. Kenyataan Tuhan terlibat dalam
perang umat, melahirkan terminologi “Perang Suci”, Perang dalam PL sekalipun
atas perintah Tuhan tidak serta merta suci dalam pelaksanaannya karena dalam
perang ini terlalu banyak unsur hawa nafsu manusia yag terlibat dalam
pelaksanaanya namun demikian pada satu fase sejarah keelamatan perang demikian
tidak dilarang Tuhan dan keterlibatan Tuhan dalam perang lebih dikarenakan hal
itu berupa bagian dari proses sejarah Umat-Nya, bukan pembenaran atas perang
itu sendiri mengigat larangan jangan
membunuh tetap berlaku setuasi demikian mungkin pararel dengan sistem
perbudakan yang sudah melekat pada zaman Alkitab sehingga zaman PB pun tidak
ada kecaman atas praktik perbudakan, namun tidak berarti Tuhan secara langsung
membenarkan perbudakan karena diperlukan waktu bagai Tuhan dan dua ribu tahun
lagi bagi manusia untuk sampai pada tingkat kesadaran kolektif bahwa perbudakan
harus dicekam . [6]
Dalam
zaman PL sejarah bangsa Israel, mulai dari penaklukan tanah Kanaan hingga masa
pembuangan Babel ditandai dengan peperangan. Banyak dari antara peperangan
tersebut dilakukan atas seizin Allah Sebagian perang terjadi sebagai hukuman
Allah (Ul. 28:47-48), perang juga terjadi sebagai kutuk atas dosa bangsa itu
(Im. 26:21-25: 2 Samuel 12:9-10). Selain itu peperangan yang dilakukan oleh umat Israel senantiasa
dijiwai oleh semangat Holy War dan
percaya bahwa peperangan adalah peperangan antara yang baik dan yang jahat.
perang di dalam PL juga bersifat
revelatory artinya bukan perang itu sendiri yang menjadi berita utama para
penulis PL melainkan kebesaran dan kemuliaan Allah dibandingkan dengan
kuasa-kuasa lainnya atau pun kesombongan manusia. Dan bersangkut paut dengan pembuktian iman bangsa
Israel bahwa Allah yang mereka sembah adalah Allah yang bertindak di dalam
sejarah yang membedakan Israel dari agama-agama lain pada masa itu.Sekalipun
Allah adalah Allah yang mengijinkan perang sebagai salah satu sarana untuk
menyatakan kebesaran-Nya. Namun ini bukan sebua legitimasi bagi Israel untuk
memutuskan perang sesuai dengan kehendaknya sendiri [7]
2.3 Perang
Dalam Agama
Dari segi kehidupan israel, termasuk
peperangannya terhadapan Allah Justru
Allah dikenal sebagai ‘ Pahlawan’ (Kel. 15:3; Yes 42:13), Nama Tuhan semesta
Alam atau yang lengkapnya adalah YAHWEH Allah semesta Alam ini merupakan salah
satu gelar utama yang ditegaskan di tempat suci antara suku di Silo dan dapat diartikan yaitu Tuhan adalah Bala tentara”, termasuk dalamnya
tentara dimanapun ia berada termasuk didalam bumi (Kel. 12: 41; 1 Sam 17:45).
Tuhan mengepalai bala tentara (2 Taaw 13:12). Dia menyuruh umatnya berperang (2
Taw. 6:34 Dia melakukan penghadagan (
2Taw. 20:22). Dan mengajar mereka petempur (Mzm. 144:1) Dia pernah megatur
pengalihan pertempuran, sementara tentara israel tinggal saja (2Taw. 20:17).
Kehadiran tabut adalah janji kepada Tuhan. Perperangan Allah harus berhasil
(1Taw.5:22), sebab Dia sendiri, akan menyerahkan musuh ke dalam tangan umat-Nya
(Ul. 20:13). Kadang – kadang dengan memakai kekuatan almiah untuk tujuan ini
(Hak. 5:4,5) dengan itu perang dan persiapannya dianggap kudus (qiddesy milk hama) menguduskan
peperangan Yer. 6:4 Yl 3:9 didahuli dengan penyerahan korban ,sering korban
bakaran (Hak. 6:20,26) seruan perang yang dampaknya demi Tuhan dan demi Gedion
(Hak. 7:18,20). Bagi bangsa isreal peang
dilakukan hanya sesuai kehendak Allah, dibawah pimpinan-Nya,dan diselsaikan
dengan kepercayaan kepada-Nya . Musuh Israel adalah musuh Allah Kelangsungan
kehidupan umat perjanjian milik Allah harus lestari. Umat harud disucikan dari
segala immoralitas yang hebat yangn merusak kehidupannya, karena israel menajdi
alat penyelamatan ilahi bagi dunia ini memnagu pengertian tentang larangan yang
melibatkan pembinasaan Tuntas (ibarani kherem) yang mula bearti dikhususkan
kemudian dikhususkan untuk dimusnahkan hal yang memusuhi pemerinatahan Allah.
Rencana Allah tidak boleh dihambat oleh penyembahan berhala ( Ulangan. 7:1-6)
justru tindakann yang tegas tuntas diperlukan untuk memelihara Israel tetap
suci.
Pada lain pihak peperangan dapat
dipakai sebagai hukuman terhadap israel
(Hab.1:6, Yes.10:5, Yer. 25:1-9; Yeh.21:8-23) Nabi – nai palsulah yang
senantiasa menubuatkan damai dan keamanan (Yer. 28) peperangan adalah
kebijaksanaan sementara ; karena Daud tidak diperkenankan membangun bait Allah
karena tanganya berlumuran darah
(1Raj.5:3) dan penyempurnaan dunia yang meliputi pengubahan senjata
perang menjadi alat perdamaian (Yes. 2:4) Mesias dijanjikan dinamai Raja Damai
tapi Ia mengukuhkan dan memberlakukan kerajaan-Nya melalui penaklukan musuh
Allah (Dan 7; 10; Za 14: Maz 110). [8]
2.4 Perang
dalam Perjanjian Baru (PB).
Dalam PL
Kerajaan Allah sama dengan bangsa ditengah – tengah bangsa – bangsa lain
keberadaan kerajaan itu dan keterpilaharaannya tergantung pada alat termasuk
perang, tapi dalam PB Kerajaan Allah kehilangan citra Nasional dan memperoleh
bentuk baru. Perubahan ini sangat mempengaruhi nalar dan sikap para penulis PB
tentang perang. Diantara pendengar Yohanes pembaptis dan rakyat mengikuti Yesus
ada prajuri yang tidak dipuji tapi juga tidak dipersalahkan mengigat bahwa
perang adalah bagian kemelut dunia dan tak terelakan Yesus berkata barang siapa
mengunakan pedang akan binasa olehnya (Mat. 26: 52); dan pemerintah ditetapkan
oleh Allah tidak percuma menyandang pedang. Malahan ada murid yang menjadi
anggota kaum Zelot walaupun kekuatan mereka disalurkan melalui jalur Non –
Politik parjurit perang dipuji dalam deretan pahlawan iman. Dikemudian hari
orang seperti Tertulianus da Origenes mengatakan bahwa menjadi tentara tidak
sesuai denga iman Kristen.
Kerajaan Allah tidak boleh
dikembangkan dengan kekuatan fisik (Yoh. 18:36) sebab bukan duniawi petrus dimarahi
karena tindakannya yang agresif pada waktu penangkapan Yesus. PB melanjutkan
ajaran PL dengan menyatakan bahwa hakikat perang benar adalah sorgawi dan
Rohani; medan perperangan sesungguhnya sorga. Pada saat bertobat orang Kristen
memasuki pertentangan Kiasan maliter sering dipakai. Orang Kriste adalah
tentara yang harus berperang yang baik, karena salib telah melucuti tuntas
kekuasaan musuh maka kemenangan akhir pada kedatangan mesias dalam kekuasan
sudah pasti. Tapi pertempuran terakhir yang adegannya secara apokalisptis yang
dilukiskan sebagai Harmagedon Arti harmagedon tidak pasti meskiopun sangat
mungkin didasarkan pada bukit Magido,
yang beberapa kali menajdi tempat pertempuran sengit pada zaman pemerintahan
Nekho dan Yosia. Padangan C,C Torrey bahwa yang dimakasud ialah kata ibrani Har
mo’ed (Gunung Pertemuan) yakni pertemuan ilah-ilah tidak kuat juga usul zimon
bahwa hamargadon didasarkan mitos teentang Allah lawan kidos. Perperangan
terakhir antara kebaikan dengan kejahatan akan mengenapi janji dalam PL
mengenai damai kekal yang mulai dengan kedatangan mesias dalaam kekuasaan Anak
domba akan mneghalangkan musuh-Nya dengan perkataan nya sendiri nafas mulutnya.
Namun
walaupun demikian, pada zaman Perjanjian Baru masih terdapat banyak peperangan
yang dilakukan oleh manusia. Misalnya setelah Herodes mati pecahlah suatu
pembrontakan di Yerusalem. Pemberontakkan
ini terjadi akibat dari hukuman mati atas Yudas dan Matias menjelang matinya
Herodes. Para pemberontak menuntut hukuman atas penasehat-penasehat Herodes.
Arkhelaus, yang ditunjukkan Herodes sebagai penggantinya, mengirim
pasukan-pasukan untuk menindas pemberontak tersebut namun gagal sehingga
Arkhelaus mengirim tambahan pasukan dan terjadi pertumpahan darah. Kejadian ini
berlangsung secara bertahap di Yudea, Galilea dan di Perea. Dan akibat dari
pemberontakan itu, Varus dan Aretas IV Raja bangsa Nabatea berhasil mengalahkan
pemberontak dan 2000 pemberontak itu disalibkan.[9]
2.5
Perang Salib
Perang Salib adalah gerakan umat Kristen di Eropa yang memerangi umat
Muslim di Palestina
secara berulang-ulang mulai abad ke-11 sampai abad ke-13, dengan tujuan untuk
merebut tanah suci dari kekuasaan kaum Muslim dan
mendirikan gereja dan kerajaan
Latin di timur Dinamakan Perang Salib, karena setiap orang
Eropa yang ikut bertempur dalam peperangan memakai tanda salib pada bahu,
lencana dan panji-panji mereka. Istilah ini juga digunakan untuk
ekspedisi-ekspedisi kecil yang terjadi selama abad ke-16 di wilayah di luar
Benua eropa biasanya terhadap kaum pangan dan kaum non-Kristiani untuk
alasan campuran; antara agama, ekonomi, dan politik. Skema penomoran
tradisional atas Perang Salib memasukkan 9 ekspedisi besar ke Tanah Suci selama
Abad ke-11 sampai dengan Abad ke-13. “Perang Salib” lainnya yang tidak bernomor
berlanjut hingga Abad ke-16 dan berakhir ketika iklim politik dan agama di
Eropa berubah secara signifikan selama masa Renaissance. Perang Salib pada hakikatnya bukan perang
agama, melainkan perang merebut kekuasaan daerah. Hal ini dibuktikan bahwa
tentara Salib dan tentara Muslim saling bertukar ilmu pengetahuan.[10]
faktor utama
yang menyebabkan terjadinya Perang Salib adalah faktor agama, politik, dan
sosial ekonomi Faktor Agama Sejak
Dinasti Seljuk merebut Baitul Maqdis dari tangan Dinasti Fatimiyah pada tahun
1070 M bertepatan pada tahun 471 H, pihak Kristen merasa tidak bebas lagi
memunaikan ibadah ke sana. Hal ini disebabkan karena para penguasa Seljuk
menetapkan sejumlah peraturan yang dianggap mempersulit mereka yang hendak
melaksanakan ibadah ke Baitul Maqdis. Bahkan mereka yang pulang berziarah
sering mengeluh karena mendapat perlakuan jelek dari orang-orang Seljuk yang
fanatik. Umat Kristen merasa perlakuan para penguasa Dinasti Seljuk sangat
berbeda dengan para penguasa Islam lainnya yang pernah menguasai kawasan itu
sebelumnya. Faktor
Politik Kekalahan Bizantium
-sejak 330 disebut Konstantinopel (Istambul)- di Manzikart (Malazkird atau
Malasyird, Armenia) pada tahun 1071 M dan jatuhnya Asia Kecil ke bawah
kekuasaan Seljuk, telah mendorong Kaisar Alexius I Commenus (Kaisar
Konstantinopel) untuk meminta bantuan kepada Paus Urbanus II (1035-1099;
menjadi Paus dari 1088 sampai 1099) dalam usahanya untuk mengembalikan
kekuasaannya di daerah-daerah pendudukan Dinasti Seljuk.[11]
Perang
salib mempunyai arti penting tertentu dalam hubungannya dengan kebudayaan sudah
wajar pihak kepausan memimpin dalam inisiatif Perang Salib karena obyeknya
paling tidak nampak adalah kegamaan; jadi kekuasaan para paus meningkat dengan
propaganda perang dan semangat keagamaan yang menggelora. Dampak penting lain
adalah pembunuhan besar – besaran orang – orang Yahudi; mereka yang tidak
dibunuh dirampas harta bendanya dan dibaptis dengan paksa. Terjadi pembunuhan
besar – besaran terhadap orang – orang Yahudi di jerman pada perang salib
pertama, dan di inggris pada perang salib ketiga, pada masa berkuasanya Richard
Si Hati Singa. York, dimana kaisar Kristen pertama memulai kekuasaanya adalah
salah satu anjang kekejaman paling sadis terhadap umat yahudi, sebelum perang
salib, ampir monopoli perdagangan barang – barang dari timur seluruh Eropa;
setelah perang salib, sebagai akibat dari pembantaian orang – orang Yahudi,
perdagangan ini dikuasai orang – orang Kristen. Deampak lain yang sangat
berbeda dari perang salib adalah mendorong Kontak di bidang ilmu pengetahuan
dengan Konstatinopel. Selama abad kedua belas dan awal abad ketiga belas banyak
terjemahan dari Bahasa Yunani kebahasa Latin dikerjakan sebagai bentuk dari
hubungan ini terjalin banyak hubungan dagang dengan Konstatinopel khususnya
dengan orang – orang Venetia, tetapi pedangang-pedagang Italia tidak disibukan
dengan ilmu – ilmu kuno Cina.[12]
2.6 Pandangan
Kaum Pasifisme dalam Alkitabiah: Perang Selalu Salah.
Pandangan orang Kristen pasifis yang
menentang segala bentuk perang melihatkan banyak hal, namun ada beberapa dasar
yang mengaris bawahi semuanya salah satunya terdapat dalam perintah
Alkitabiah,”jangan Membunuh” (Kel. 20:13) dan yang lain dalam perkataan Yesus”
Janganlah Kamu melawan orang yang berbuat jahat kepadamu”(Mat. 5:39 ). Membunuh
selalu salah, jauh dari lubuk hati pasifisme ada keyakinan bahwa sengaja
mencabut nyawa orang lain selalu salah. Snegaja menghabisi nyawa, khususnya di
dalam perang pada dasarnya dan secara radikal salah. Larangan kitab Suci”
jangan membunuh” termasuk perang , karena perang adalah pembunuhan besar
-besaran. Pembunuhan adalah pembunuhan baik itu dilakukan di dalam masyarakat
sendiri maupun terhadap orang dalam masyarakat lain. Karena kesimpulan ini
sangat jelas bertentangan dengan banyak kasus di dalam Kitab suci yang
kelihatannya memerintahkan perang, kaum
pesifisme Kristen harus menjelaskan mengapa Alkitab kadang-kadang memerintahkan
perang. Aneka jawaban diberikan oleh berbagai kaum pesifis sejumlah orang
berpendapat bahwa peperangan didalam perjanjian Lama yang digambarkan Allah
sebagai perintah (Yos.10) sebenarnya tidak “diperintahkan” Allah sama sekali
sebaliknya peperangan tersebut menampilkan suatu keadaan manusia yang lebih
biadab dimana peperangan dibenarkan jika ada sanksi ilahi. Karena pilihan ini
sepertinya jelas –jelas menolak otoritas perjanjian Lama, ini bukanlah alternatif
yang dimungkinkan ada dalam diri orang Kristen injili. Sejumlah kaum pesifis
beranggapan bahwa perang –perang ini khusus dalam arti Israel bertindak sebagai
alat teokrasi di tangan Allah. Ini semua bukan perang yang benar –benar
dilakukan Israel melainkan perang Allah,sebagaimana yang telah terbukti melalui
mujizat-mujizat Khusus yang Allah perlihatkan untuk memenangkannya.
Kaum Pesifis lain berpendapat bahwa
peperangan dalam Perjanjian Lama bukanlah kehendak Allah yang sempurna
melainkan hanyalah kehendak-Nya yang mengizinkan. Allah digambarkan sebagai
yang memerintahkan perang dalam pemgertian sekunder dan memberikan izin yang
sama dimana dikatakan bahwa Dia memerintahkan Samuel untuk mengurapi Saul
sebagai Raja (1Sam. 10:1) sekalipun Allah tidak memilih Saul melainkan Daud
menjadi Raja. Perang diperintahkan oleh Allah dalam pengertian yang sama
seperti peristiwa Musa memerintahkan perceraian karena ketegaran hati manusia
(Mat. 19:8). Ini bukan berarti bahwa Allah benar – benar lebih menginginkan dan
memerintahkan perang ketimbang menyukai ketidaktaatan atau perceraian. Allah
mempunyai cara yang lebih baik dari itu dan caranya adalah ketaatan dan kasih.
Allah bisa mencapai Tujuan-Nya di Israel dan Kanaan tanpa Perang jika mereka
lebih taat pada-Nya. Tak ada perang seperti yang pernah diperintahkan Allah apa
yang diperintahkan Allah dengan jelas dan dengan Tegas adalah “Jangan Membunuh”
perintah ini berlaku bagi semua orang, kawan atau Lawan semua orang
dijadikan penurut gambar Allah dan
karena itu, membunuh mereka adalah kesalahan perjanjian lama dengan jelas
mengajarkan bahwa manusia harus mengasihi musuhnya dan Yesus menegaskan kembali
hal ini “Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiya kamu” (Mat.
5:44). Perang didasarkan pada kebencian dan pada hakikatnya salah. Mencabut
nyawa orang lain bertentangan prinsip kasih dan karena itu pada dasarnya tidak
Kristiani. Melawan kejahatan dengan
kekuatan adalah kesalah. Yang berkaita erat dengan alasan dasar yang pertama
dari pasifisme, bahwa membunuh iru salah adalah hal lain. Jangan pernah melwan
kehajatan dnegan kekuatan fisik, tetapi dengan kekuatan Rohani yaitu kasih.
Bukan Yesus berkata “ janganlah kamu melawan orang yang berbuat jahat kepadam,
melainkan siapapun siapapun yang menampar pipi kananmu, berilah juga kepadanya
pipi kirimu” (Mat. 5:39) bukankah Kristus juga mengajarkan dalam bagian ini
bahwa “siapapun yang memaksa engkau berjalan sejauh satu mil, berjalanlah
bersama dia sejauh dua mil”(ayat 14). Peryataan Yesus” Aku datang bukan untuk
membawa damai, melainkan pedang” tidak bisa dipakai untuk mendukung perang.
Pasifisme terikat pada dasar pikiran bahwa hakikatnya mengunakan kekuatan fisik
itu salah, setidaknya sampai harus mencabut nyawa, demi melawan kejahatan. Ini
tidak berarti bahwa kaum pasifisme menolak segala kekuatan maksudnya hanyalah
bahwa mereka percaya pada kekuatan yang lebih besar dari rohani yang baik dalam
menghadapi kekuatan –kekuatan fisik yang jahat. Kaum pasifis pada hakikatnya
yakin bahwa “perjuangan kita bukanlah melawan darah dan daging tetapi melawan
roh roh Jahat di udara” (Ef.6:12).[13]
2.7
Pandangan Sosial : Perang Selalu Salah.
Ada pendapat
sosial yang kuat yang menentang peperangan. perang bukanlah cara terbaik untuk menyelesaikan
perselisihan manusia. Sepanjang sejarah seungai darah manusia mengalir akibat
peperangan segala macam kejahatan berasal dari perang:kelaparan, kekejaman,wabah
penyakit, dan kematian. Perang berdasarkan kejahatan ketamakan, kembali kepada
karya Plato, Republic yang beranggapan
orang mengakui bahwa keinginan pada kemewahan merupakan dasar peperangan. Plato
menyelidiki “kita sebelum perlu mengatakan apakah perang mengerjakan kebaikan atau kerugian tetapi
hanya bahwa kita telah menemukan alasan dari keingginan yang merupakan sumber
kejahatan yang paling subur baik bagi setiap orang maupun bagi negar, Perang
mengakibatkan banyak kejahatan kejahatan perang terlalu banyak jmlahnya yuntuk
dibahas, kita tidak berdaya mengukur penderitaan luka dan kenegerian perang.
Salah satu gambaran yang paling hidup ada didalam wahyu dimana Yohanes menulis
demikian, dan aku melihat sesungguhnya ada seekor Kuda hijau kuning dan orang
menungganginya bernama maut dan kerajaan maut mengikutinya mereka diberikan
kuasa untuk membunuh dengan pedang dan dnegan kelaparan dan sampar dan dengan
binatang – binatang buas dibumi (Wahyu.6:8). Itulah akibat – akibat jahat dari
perang, belum termasuk pemerkosaan, kekejaman, dan tindakan biadab lainnya.
Perang menghasilkan perang. Perang
dunia I dinyatakan sebagai perang yang mengakhiri segala perang(Woodrow Wilson
di hadapan Kongres Amerika serikata, 2 April 1917). Tetapi tidak ada perang
sampai saat ini yang benar – benar membuat dunia bebas perang. Yang tertindas
sering kali bangkit untuk membalas dendam terhadap penindasan mereka. Banyak
perang yang tidak pernah benar – benar berakhir; perang – perang itu hanyalah
mereda perang “dingin” cenderung berubah perang panas dan perang yang sebagian
berubah menjadi perang bersekala penuh. Tak ada yang benar – benar menyediakan
penyelesaian yang tetap untuk permusuhan ketimbang mempersatukan manusia,
sebaliknya perang sepertinya menguatkan rasa permusuhan mereka. Perang tampil
untuk membangkitkan semangat balas dendam dan membuka kemungkinan terjadinya
konflik yang lebih jauh, mungkin mereka merasa perang hanya berakhir sia-sialah
yang telah membawa begitu banyak orang mengyakini sikap yang dianut kaum
pasifis. Kaum pasifis berpendapat bahawa perang tidak alkitabiah sekaligus
antisoasial ini dilarang Allah dalam perintah jangan membunuh dan hal ini
semakin menjadi semakin menjijikan bagi umat manusia, yang memperlihatkan
meningkatkannya tanda-tanda kebosanan menghadapi perang karena kekejaman yang
terus menerus dari diri manusia.[14]
2.8
Pandangan Selektivisme: Perang yang adil.
Selektivisme
berpendapat bahwa sejumlah perang bisa dibenarkan dan sejumlah lain tidak,
padangan ini menawarkan alternatif yang lebih memuaskan bagi etika Kristen.
Baik Aktivisme maupun pasifisme mengklaim mendapatkan dukungan dari kitab suci.
Setiap pandangan mewakili sejumlah kebenaran. Kebenaran dari pasifisme adalah
bahwa sejumlah perang tidak adil orang – orang Kristen sebaiknya tidak
berpartisipasi didalamnya. Kebenaran dari Aktivisme ialah bahwa sejumlah perang itu adil dan
orang – orang kristen sebaiknya berpartisipasi di dalamnya. Kebenaran aktivisme
ialah bahwa sejumlah perang itu adil dan orang Kristen harus ikut berjuang di
dalamnya. Maka selektivisme berkomitmen dalam sikap bahwa seseorang harus
berpartisipasi hanya dalam perang yang adil. Sebenarnya ada satu titik
kesepakatan (setidaknya secara teoretis), kaum selektivisme berpendapat bahwa
pada prinsipnya beberapa perperangan yang tidak adail dan adil, Untuk mendukung
selektivisme Kristen harus memperlihatkan bahwa pasifisme total itu salah dan
pada prinsipnya tidak adil,dengan demikian memperlihatkan bahwa aktivisme itu
salah.
Alkitab mengajarkan bahwa menaati
setiap perintah dari pemerintah tidak selalu benar, khususnya ketika perintah –
perintahnya itu bertentangan dengan hukum – hukum moral Allah yang lebih tinggi
. ada contoh-contoh yang jelas mengenai hal ini didalam Alkitab, Tiga pemuda
Ibrani tidak menaati perintah Raja untuk menyembah patung (Dan. 3) Daniel melanggar suatu Hukum yang melarangnya
berdoa kepada Allah ( Dan 6) Para rasul jemaat – jemaat mula-mula tidak menaati
perintah untuk tidak membertakan injil Kristus (Kis. 4-5). Dan di dalam suatu
kasus yang nyata tentang ketidak taatan terhadap hukum sipil yang disetujui
Allah, para bidan ibrani dimesir tidak menaati perintah untuk membunuh seluruh
bayi laki – laki yang dilahirkan, bagian ini sudah sangat jelas mengajarkan
bahwa kesalahan mencabut nyawa orang yang tak bersalah, sekalipun pemerintah
yang dilantik oleh Allah
memerintahkannya. Pemerintah yang memerintahkannya mungkin dilanyik oleh Allah,
tetapi perintah secara moral tidak dapat dibenarkan tidak dilantik oleh Allah.
Perang yang disetujui Allah seperti yang dilakukan Abraham melawan Raja – raja
di Lembah sidim (Kej. 14 ). Pada waktu mereka mengambil tindakan agresif” Lot”,
anak saudara Abram, beserta harta bendanya dibawa musuh. Perang yang dapat
dukungan dari Allah ini merupakan kasus Khusus yang penting karena muncul
sebelum Israel di tetapkan sebagai negara teokrasi (Kel. 19) seperti yang Allah
perintahkan Yosua untuk memusnahkan penduduk Kanaan yang jahta (Yos.10 ) .
Perang demi membela yang tak
bersalah merupakan perang yang adil berperang karena membela orang yang tak
bersalah adalah adil perang melawan agresi adalah perang yang adil umumnya ini
adalah sipenyerang bersalah, kecuali lebih dulu diserang. Kej. 14 merupakansalah
satu contoh yang sangat tepat. Raja – raja dari Lembah menyerang lebih dahulu
penyerbuan kembali oleh abraham sebenarnya membela orang-orang yang tidak
bersalah. Penyerang yang lebih dahulu bertindak berada dalam posisi yang salah. Namun negara, yang diserang tak berhak tetap
menduduki negara penyerang. Dia hanya berhak menyelamatkan warga dan harta
miliknya dan memastikan keadilan. Dua kesalahan tidaklah membuat satu kebenaran
ada kewajiban moral untuk mengembalikan kemerdekaan negara yang ditaklukkan,
sekalipun kenyataannya mereka adalah penyeran. Bagaimana Jerma dan jepang
dipulihkan setelah perang kedunia II merupakan contoh tentang apa yang
seharusnya dilakukan.
Berperang untuk menjalakan keadilan
adalah adil. Perang yang adil mungkin bersifat menghukum. Ada kalanya adil jika
menggunakan aksi amliter melawan, dan bahkan menyerbu suatu bangsa yang telah
menyerang bangsa lain. Hitler adalah penyerang dinegara Prancis dan negara –
negara Eropa lainnya. Maka adalah adol bagi Angkatan Perang sekutu untuk
menyerbu jerman dengan maksud manaklukan
kaum Nazi. Demikian juag, negara – negara yang terlibat dalam terorisme melawan negara lain seharusnya menerima
pembalasan militer yang tepat. Prinsip di balik tindakan penghukuman semacam
ini adalah yang sama dengan prinsip yang ada di balik hukuman mati (Lih. Bab 2)
: nyawa di ganti dengan nyawa . keadilan menuntut bahwa hukuman sesuai dengan kejahatannya tak peduli pelakunya
perorangan atau suatu bangsa. Bangsa – bangsa merupakan subjek bayar ganti rugi
yang adil karena serangan mereka. Perang yang adil harus dilawan oleh
pemerintah: Allah memberikan pedang kepada pemerintah, bukan kepada perorangan
(Rm. 13:4 ) itu sebabnya, perorangan di dalam suatu negara tidak boleh terlibat
dalam aktivitas Maliter yang adil tanpa persetujuan pemerintahnya. Perang harus
dinyatakan oleh mereka yang berkuasa atasnya sebagai perang yang adil. Namun
tidak setiap perang yang dilakukan suatu negara merupakan perang yang adil dan
Allah telah mengaruniakan hak untuk mengunakan perang pada negara ini hanya
kepada pemerintah,bukan kepada perorangan (Kej. 9:6; Rom. 13:4 ).
Ini tidak berarti bahwa perorangan
bisa melindungi diri dengan sarana pedang sebagaimana sudah kita lihat bahkan
membunuh dalam pembelaan diri merupakan hal yang biasa dibenarkan (Kel. 22:2 ).
Namun,tak ada Pribadi yang berdaulat yang berhak melibatkan negaranya dalam
perang melawan negara lain juga perorangan (atau kelompok) dalam suatu negara
tidak berhak mengumumkan perang mlawan negaranya sendiri (lihat. Bab 14). Allah
tidak pernah memberi pedang kepada pribadi untuk digunakan pada pemerintah
melainkan kepada pemerintah untuk digunakan pada warganya yang melawan Hukum.
Perang yang adil harus dilawan dengan adil tindak setiap tindakan didalam
perang yang adil merupakan tindakkan perang yang adil. Perang kimia adalah
tidak ber prikemanusiaan , menyiksa atau membiarkan para tahanan kelaparan
secara moral merupakan kesalahan, sengaja membunuh para wanita dan anak –anak
yang tak bersalah tidak bisa dibenarkan sebaliknya jika wanita atau bahkan
seorang anak yaang masih muda merupakan
bagian dari maliter maka mereka biasa melawan dengan kekuatan apapun yang diperlukan. Misalnya,
seorang anak dengan geranat tangan atau bom yanh di ikat pada tubuhnya
merupakan target maliter yang sah. Tetapi menembaki bayi – bayi dalam pelukan
ibu mereka bukanlah tindakan yang adil, bahkan dalam perang yang adil
sekalipun. Alkitab berbicara tentang masalah tindakan perang yang adik dalam
ulangan 20:19 dimana israel diberitahu “apabila dala menerangi suatu kota,
engkau lama mengepungnya untuk direbut, maka tidak boleh engkau merusaknya
pohon-pohon sekelilingnya dengan mengayunkan kapak kepadanya; buahnya boleh kau
makan, tetapi batangnya janganlah kau tebang hnaya pohon – pohon yang tidak
berbuah yang boleh digunakan untuk mendirikan pagar pengepungan (ayat 20)
dengan kata lain, israel tidak boleh menghancurkan kapasitas negeri untuk
menompang hidup rakyatnya setelah peperangannya usai. Jika orang tidak
memperhitungkan prospek kemenangan yang rasional, maka melakukan perang tak
peduli demi keadilan, bisa setara dengan bunuh diri massal. Ini tersirat dalam
peryataan Yesus bahwa atau raja manakah yang kalau mau pergi berperang melawan
raja lain tidak duduk dahulu untuk mempertimbangkan apakah ada 10 ribu orang ia
sanggup menghadapi lawan mendatanginya dengan 20 ribu orang jikalau tidak ia
akan mengirim utusan selama musuh itu masih jauh untuk menanyakan syarat –
syarat perdamaian” (Lukas. 14:31-31). Sejumlah perang kemerdekaan melawan tirani
pasti akan menimbulkan resiko bahkan resiko besar tetapi bahkan kemudian
komandan tertinggi harus memilih untuk takluk atas bunuh diri yang dilakuan
pasukan tentara. Berperang hanya sesudah gagalnya upaya damai non –Militer.
Sebagaimana dicatat di atas israel harus menawarkan damai pada kota –kota musuh
lebih dahulu (Ul. 20:10), sebelum israel menyerang mereka. Selain itu, paulus
mendesak sedapat – dapatnya kalau hal ini berantungan padamu hiduplah dalam
perdamaian dengan semua orang! [15]
v
Beberapa
Masalah Dengan Selektivisme:
Masalah perang nuklir. Karena perang nuklir habis – habisan pada dasarnya menghancurkan
kemampuan dunia untuk bertahan hidup sesudah bencana, bukankah dengan
sendirinya menggunakan senjata – senjata nuklir salah secara moral ini murapakan
salah satu masalah yang sangat serius bgai kaum selektivisme dan pandangan
apapun yang lebih menyukai perang dalam situasi apapun beberapa hal harus
diperhatikan sebagai tanggapannya. Pertama: ini adalah masalah perselisihan
yang sesungguhnya bilama perang nuklir dalam skala penuh dengan akan
menghancurkan seluruh dunia dan tak terpulihkan. Dengan peringatan dan tempat
perlindungan yang memadai, banyak populasi bisa diselamatkan dari serangan
nuklir yan habis –habisan dan dengan menyimpan dan perlengkapan makanan yang
memadai, pengaruh – pengaruh radiasi yang diperingan bisa bertahan sekalipun
biaya lebih tinggi dalam perang nuklir, prinsipnya sama saja senjata – senjata
nuklir seharusnya dgunakan secara adil dan berbeda mereka seharusnya dugunakan
secara adil, dan berbeda. Mereka seharusnya diarahkan misalnya: pada target
militer bukan penduduk sipil namun mungkin lebih banyak orang yang tak bersalah
tak sengaja terbunuh dalam perang nuklir ketimbang dalam perang konvensional.
Jika perang nuklir dijalankan dengan tak adil maka orang-orang yang tak adillah
yang akan berkuasa menyatakan persenjataan nuklir tak adil memungkinkan
terjadinya ancaman nuklir bahkan ancaman penggunaannya oleh kekuatan yang jahat
bisa membuat orang-orang yang tak bersalah tunduk pada tuntutan –tuntutan tirani
masalah perang yang dilakukan sebagai diperangi: suatu aspek perang lain perlu
diperhatikan adakah saat kita seseorang boleh bertindak membela diri sebelum diserang
singkatan.[16]
BAB III
REPLEKSI TEOLOGIS
3.1
Repleksi Teologis
Perang
merupakan salah satu yang sangat menakutkan bagi kita dan bagi bangsa kita
sendiri karena perang merupakan salah satu bangsa – bangsa yang akan terpecah belah dan kedamaian kita
didunia ini akhirnya terganggu, perang adalah salah satu ancaman yang perlu
kita waspadai dimana kita tinggal, namun perang itu tidaklah buruk didalam
beberapa Pandangan termasuk didalam perang pada perjanjian Lama perang yang
dimaksud dalam perjanjian Lama ini merupakan perang mempertahankan suatu bangsa
saat itu, yaitu bangsa Israel melalui perang dalam perjanjian Lama ini karena
bangsa Israel sendiri mempertahan kan suatu negeri mereka pada saat itu,
peperangan yang sangat sengit dan pastinya akan banyak yang akan terbunuh namun
pada saat itu Bangsa israel tidak perlu takut akan peperangan itu karena mereka
memiliki Allah yang perkasa yang berada didalam pihak mereka pada saa itu. Dalam
zaman PL sejarah bangsa Israel, memulai
perang melalui dari penaklukan tanah Kanaan hingga masa pembuangan Babel
yang ditandai dengan peperangan karena
saat itu sebagai kutuk atas dosa pada bangsa
itu (Im. 26:21-25: 2 Samuel 12:9-10 peperangan
yang dilakukan oleh umat Israel senantiasa dijiwai oleh semangat Holy War dan percaya bahwa peperangan
adalah peperangan antara yang baik dan yang jahat
dalam
PL juga bersifat revelatory artinya
bukan perang itu sendiri yang menjadi berita utama para penulis PL melainkan
kebesaran dan kemuliaan Allah dibandingkan dengan kuasa-kuasa lainnya atau pun
kesombongan manusia, Sekalipun Allah yang
mengijinkan perang sebagai salah satu sarana untuk menyatakan kebesaran-Nya.
Namun ini bukan sebuah legitimasi bagi Israel untuk memutuskan perang sesuai
dengan kehendaknya sendiri karena itu Bangsa israel tidak akan mampu berperang
tanpa Allah yang berada dipihak mereka Allah yang berkuasa Atas Manusia dan
termasuk kepada kita dan pada Zaman kita
sekarang Allah tetap berkuasa dan akan membantu kita melawan perang, walaupun
bukan perang seperti yang dilakukan bangsa Israel untuk merebut tanah Kanaan
namun kita berperang melawan kedagingan kita, melawan Iblis yang ingin menjerumuskan
kita kedalam Dosa, maka dari itu kita berperang melawan itu semua bersama Allah
dan Tuhan Yesus Kristus AnakNya yang tunggal yang dikirimkan bagi kita yang
telah menebus dosa kita dan menyelamatkan kita bagi kita yang percaya
kepada-Nya senantiasa. Amin
BAB IV
PENUTUP
4.1
Kesimpulan.
Kesimpulan
makalah ini yaitu, Perang Dari segi kehidupan israel, termasuk
peperangannya terhadapan Allah Justru
Allah dikenal sebagai ‘ Pahlawan’ (Kel. 15:3; Yes 42:13), Nama Tuhan semesta
Alam atau yang lengkapnya adalah YAHWEH Allah semesta Alam ini merupakan salah
satu gelar utama yang ditegaskan di tempat suci antara suku di Silo dan dapat diartikan yaitu Tuhan adalah Bala tentara”, dan dalam PL juga termasuk didalamnya tentara
dimanapun ia berada termasuk didalam bumi, Dia menyuruh umatnya berperang (2
Taw. 6:34 Dia melakukan penghadagan (
2Taw. 20:22). Dan mengajar mereka petempur (Mzm. 144:1) Dia pernah megatur
pengalihan pertempuran, sementara tentara israel tinggal saja (2Taw. 20:17). Perperangan
Allah harus berhasil (1Taw.5:22), sebab Dia sendiri, akan menyerahkan musuh ke
dalam tangan umat-Nya (Ul. 20:13). keterlibatan Tuhan
dalam perang lebih dikarenakan hal itu berupa bagian dari proses sejarah
Umat-Nya, bukan pembenaran atas perang itu sendiri mengigat larangan jangan membunuh tetap
berlaku setuasi demikian mungkin pararel dengan sistem perbudakan yang sudah
melekat pada zaman Alkitab sehingga zaman PB pun tidak ada kecaman atas praktik
perbudakan, namun tidak berarti Tuhan secara langsung membenarkan perbudakan
karena diperlukan waktu bagi Tuhan dan
dua ribu tahun lagi bagi manusia untuk sampai pada tingkat kesadaran kolektif
bahwa perbudakan harus dicekam. Namun dengna demikian Bahwa peperangan Antara
Bangsa Israel yang dipimpin oleh Allah itu sendiri karena Allah berhak memimpin
Bangsa Nya namun dengan demikian Allah hanya membantu mereka yang percaya
kepada-Nya, peperangan Pada zaman itu masih berlaku pada saat zaman Modern ini,
namun dengan demikian Allah Sendiri Tidak akan membiarkan itu terjadi kembali
dengan adanya pembunuhan berdarah karena zaman sekarang kita akan berperang
melawan Kuasa2 yang berasal Iblis, kita melawan Maut Iblis yang menganggu Kita.
4.2
Saran:
Perang
merupakan masalah yang selama ini kita hadapi dalam zaman PL dan PB pun perang menjadi salah satu Kontroversi
karena banyak jiwa yang Mati dalam berperang, sebenarnya Kita boleh berperang tetapi dalam tempat dan alasan yang tepat,
namun dari beberapa negara perang menjadi salah satu tujuan Akhir untuk
menyelesaikan Masalah, contoh seperti Israel dan Pelestina sampai zaman Modern
pun perang masih terjadi, termasuk dalam negara kita indonesia perang masih
terjadi, yang sering disebut bentrok itupun alasan mereka orang indonesia hanya
masalah yang tidak besar dan menjadi dibesar – besarkan, Namun dengan demikian
Kita sebagai orang Yang percaya dan mengetahui bahwa Perang itu merupakan salah
satu yang tidak baik bagi bangsa kita karena perang membuat perpecahan diantara
bangsa, hendaklah kita kini tidak berperang melawan sesama Manusia namun kita
berperang melawan kedagingan kita, melawan Iblis yang kini meraja lela ingin
membuat kita lemah terhadap Iman kita dengan Tuhan, hendaklah Kita menjadi
Prajurit yang telah Tuhan pimpin menghadapi perang melawan Iblis, dengan cara
kita harus percaya bahwa Tuhan adalah juruslamat kita saat ini dan sampai
selama-Nya.
[1] Lorens Bagus, Kamus Filsafat, Gramedia:jakarta,1996 Hlm.822-823
[2] Poerwardarminta, Kamus Besar
Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1976, hlm. 735
[3] [3] J.A. Motyer,
Perang dalam Ensiklopedia Alkitab Masa
Kini Jilid II (M-L), Jakarta: YKBK/OMF, 2007 hlm 239.
[4] A.A. Sitompul dan Baker, Kamus
Ibrani-Indonesia, Jakarta: BPK-GM, 2001, hlm.38
[5] J.A. Motyer, Perang dalam Ensiklopedia
Alkitab Masa Kini Jilid II (M-L), Jakarta: YKBK/OMF, 2007 hlm. 237.
[6] Yonky Karman, Bunga Rampai Teologi
Perjanjian Lama .Jakarta: BPK-GM, 2005, hlm. 153
[7] Benyamin F. Intan, Sikap
Kekristenan Terhadap War And Peace. Dalam Bambang Subandrijo (ed), Agama
Dalam Praksis, Jakarta: BPK-GM & Yayasan Widya Bhakti, 2003, hlm. 164
[8] J.A. Motyer, Perang dalam Ensiklopedia
Alkitab Masa Kini Jilid II (M-L), Jakarta: YKBK/OMF, 2007 hlm.238
[9] J.A. Motyer, Perang dalam Ensiklopedia
Alkitab Masa Kini Jilid II (M-L), Jakarta: YKBK/OMF, 2007 hlm 239
[12] Bertrand Russell, Sejarah
Filsafat Barat. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.2002 Hlm.576
[13] Norman L. Geosler, Etika Kristen Edisi ke dua ,Literatursaat: Malang 2010 Hlm 264-266
[14] Norman L. Geosler, Etika
Kristen Edisi ke dua
,Literatursaat: Malang 2010 Hlm267-268
[15] Norman L. Geosler, Etika Kristen Edisi ke dua ,Literatursaat: Malang 2010 Hlm 269 -270
[16] Ibid Hlm 270-271
suatu artikel yang bagus untuk dibaca dan dipelajari..
BalasHapussmga makin baik kedepannya